Tuntutan Reformasi, Bukan Tuntutan yang Mudah

Tuntutan Reformasi

Marilah kita mulai dengan mengajukan pertanyaan, “Sebenarnya apa motif dasar yang mendorong kita sebagai bangsa memutuskan untuk melakukan reformasi dengan menuntut perubahan mendasar dalam tata kehidupan sosial-politik kita pada Mei 1998 lalu?”

Untuk memperoleh perspektif yang benar kita perlu mengingat kembali peristiwa-peristiwa sebelumnya yang membawa kita ke momen yang krusial itu.

Selama lebih dari 30 tahun menakhodai negara, Orde Baru telah berhasil mengangkat kondisi kehidupan ekonomi dan sosial di Indonesia secara sangat berarti.

Penghasilan per kapita meningkat dari sekitar hanya USD 70 pada pertengahan 1960-an menjadi lebih dari USD 1000 pada pertengahan 1990an. Prasarana yang langsung melayani masyarakat maupun yang mendukung kegiatan ekonomi dibangun secara luas.

Kemiskinan menurun drastis dan berbagai indikator kesejahteraan sosial mulai dari harapan hidup, tingkat kecukupan gizi, tingkat kematian ibu dan anak, sampai ke tingkat partisipasi pendidikan, ketersediaan air bersih dan perumahan, semuanya menunjukkan perbaikan yang berarti. Indonesia menjadi contoh pembangunan yang sukses.

Dengan perbaikan taraf hidup seperti itu, mengapa timbul keresahan dan tuntutan yang makin mengental untuk perubahan di kalangan masyarakat atau, lebih tepatnya, diantara para elite masyarakat? Jawabannya terletak pada perkembangan di segi lain dari kehidupan masyarakat Indonesia.

Di tengah kemajuan itu, terutama dalam dasawarsa terakhir Orde Baru, tumbuh persepsi di kalangan masyarakat, yang makin mengental setiap hari, bahwa praktek korupsi, penyalahgunaan kewenangan di jajaran pemerintahan dan kroniisme di kalangan dunia usaha makin meluas.

Meskipun pers dikendalikan, ceritera mengenai hal itu terus merebak dan kasus-kasus nyata terungkap. Rasa keadilan masyarakat terusik.

Namun dalam konstelasi politik yang ada, saluran-saluran untuk kritik, disensi, protes dan koreksi, tersumbat. Keresahan dan ketidakpuasan berakumulasi, siap meledak apabila ada pemicu.

Dan pemicu itu akhirnya tiba. Krisis keuangan yang mulai muncul pada pertengahan 1997 terus memburuk dan memasuki tahun 1998 berkembang menjadi krisis ekonomi skala luas dengan dampak negatif yang langsung dirasakan oleh masyarakat banyak.

Harga barang kebutuhan pokok naik tajam dan PHK terjadi dimana-mana. Keresahan yang semula sebatas kalangan elite berkembang menjadi ketidakpuasan sosial yang akhirnya menjadi kerusuhan masal. Indonesia memasuki tahap krisis multidimensi dan perubahan politik mendasar kemudian terjadi.

Dari peristiwa yang penuh ketegangan dan hiruk-pikuk itu tidak mudah untuk menyarikan aspirasi masyarakat yang berkembang pada waktu itu. Namun apabila kita telusuri motif dasar gerakan reformasi, barangkali empat tema merangkum sebagian besar dari tuntutan tersebut, yaitu:

  1. perbaikan ekonomi,
  2. perbaikan tata pemerintahan atau governance,
  3. supremasi hukum dan
  4. demokrasi.

Singkatnya, masyarakat menginginkan Indonesia yang makmur, bersih dari KKN, taat hukum dan demokratis. Bukan tuntutan yang mudah, tapi itulah keinginan rakyat.

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *